Skripsi itu Pilihan. Beranikah Anda Memilih?

Enterpreunership, Rabu, 19/03/2014 00:00 WIB

Skripsi itu Pilihan. Beranikah Anda Memilih?

Bagi sebagian universitas, skripsi merupakan salah satu prasyarat kelulusan mahasiswa. Selengkapnya, yuk simak artikel berikut.
Skripsi itu Pilihan. Beranikah Anda Memilih?
Skripsi sering kali menjadi momok bagi mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengejar kelulusan. Kewajiban mengerjakan skripsi seakan-akan menjadi beban berat yang harus diemban mahasiswa jika ingin mendapakan gelar sebelum terjun ke dunia kerja. Sebenarnya, apa saja signifikansi mengerjakan skripsi? Simak artikel di bawah ini yuk.
Pada artikel yang dipublikasikan sebelumnya, Rudi Widiyanto, M.Psi., Psikolog, People Development Manager ECC UGM, menerangkan bahwa skripsi membuat seseorang berlatih untuk berpikir sistematis dan runtut. Sebab semua teori dan dasar berpikir telah ada dan hanya perlu mencari. Setelah landasan ditemukan, kita atur sedemikian rupa menjadi Bab 1, Bab 2, dan seterusnya.

Pemikiran tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan Dr. M. Supraja, S.H., S.Sos, M.Si. Dosen Sosiologi ini mengungkapkan bahwa skripsi bisa membuat mahasiswa berpikir sistematis. “Skripsi yang merujuk pada penelitian sosial misalnya. Dalam melakukan peneltian, mahasiswa harus mampu menentukan kerangka berpikir mulai dari tema, masalah penelitian, teori, sampai metode. Penulisannya pun harus urut agar bisa menjadi karya tulis yang ilmiah,” ungkapnya.

Dalam proses perkuliahan di UGM, skripsi menjadi hal krusial yang sangat menentukan kelulusan seorang mahasiswa. Seperti yang dinyatakan Supraja, “Skripsi bisa memberikan banyak pelajaran. Baik dari segi intelektual, keterampilan menulis, sampai kemampuan soft skill.” Namun, ternyata tidak semua universitas mewajibkan mahasiswanya untuk mengerjakan skripsi loh.

Skripsi Bukanlah Kewajiban

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) YKPN merupakan contoh perguruan tinggi yang tidak mewajibkan skripsi bagi mahasiswanya. Dr. Efraim Ferdinan Giri, M. Si., CA., Ak., Wakil Ketua Bidang Akademik STIE YKPN pun membenarkan hal tersebut. “Kami memberi kebebasan bagi mahasiswa untuk memilih mengerjakan skripsi atau tidak. Jika mereka memilih tidak mengerjakan, bobot skripsi yang berjumlah 6 SKS akan dialihkan menjadi mata kuliah lainnya,” terangnya.

Efraim pun menjelaskan bahwa kebijakan ini dilandasi beberapa poin pertimbangan. Pertama, undang-undang tidak pernah mewajibkan mahasiswa untuk mengerjakan skripsi. “Undang-undang hanya menerangkan masalah plagiasi. Bahwa gelar akan dicopot jika hasil skripsi disinyalir merupakan hasil plagiasi,” jelasnya.


Kedua adalah faktor waktu. Waktu kelulusan mahasiswa sering kali molor karena mengerjakan skripsi. “Hal ini bisa disebabkan banyak hal. Salah satunya adalah faktor dosen yang sulit ditemui sehingga pengerjaan skripsi molor,” kata Efraim. Poin ini lantas berpengaruh pada produktivitas mahasiswa dalam mencari pekerjaan. “Dengan panjangnya waktu yang dipergunakan untuk menulis skripsi, mahasiswa pun kehilangan waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk mencari pekerjaan,” Efraim menerangkan.

Poin terakhir adalah minimnya pengajaran. Menurut Efraim, pengerjaan skripsi ini menjadi hal yang sulit karena mahasiswa tidak pernah diajarkan bagaimana cara menulis yang baik dan benar. “Bagaimana mungkin mahasiswa bisa menghasilkan karya yang baik saat dia tidak pernah diajarkan bagaimana cara mencurahkan pikirannya dalam bentuk tulisan?” ungkap Efraim.

Bukan Pabrik Pekerja

Adanya opsi pengerjaan skripsi ini diakui Efraim berpengaruh pada proses pencarian kerja. “Gelar memang tidak terpengaruh, semua opsi sama saja. Tapi yang berbeda adalah transkripnya. Saat mahasiswa itu mengambil skripsi maka poin skripsi akan muncul di dalam transkrip, begitu pula sebaliknya. Sayangnya. beberapa institusi atau perusahaan ada yang mewajibkan karyawannya mengerjakan skripsi, salah satunya BUMN. Oleh karenanya mahasiswa yang tidak memiliki poin skripsi dalam transkripnya akan langsung tercoret dari daftar pelamar,” jelasnya.

Meski demikian, Efraim masih percaya bahwa perguruan tinggi tidak seharusnya berlaku seperti Balai Latihan Kerja (BLK). “Perguruan tinggi itu harusnya mengajar dan mendidik. Bukan menjadi pabrik pekerja bagi perusahaan,” ucapnya. Senada dengan Efraim, Supraja pun mengungkapkan bahwa masih ada hal lain yang lebih esensial dari sekadar mencari pekerjaan. “Kuliah itu tidak serta-merta masalah IPK cumlaude, tapi juga apa yang bisa didapat dan dipelajari dari proses belajar mengajar. Mahasiswa dengan IPK 4,0 tapi tanpa pengalaman belum tentu lebih baik dari mahasiswa biasa yang memiliki kemampuan dan pengalaman lebih,” tandasnya.

Itulah sekilas mengenai signifikansi pengerjaan skripsi. Apapun asumsinya, setiap perguruan tinggi memiliki sistemnya sendiri-sendiri. Jika memang institusi mewajibkan skripsi, jangan sedih. Sebab pasti ada pelajaran yang bisa didapat dari proses itu. Tetap semangat! [CN]


Penulis    : Dian Puspita

Grafis     : Tongki A.W.

Editor     : Vinia Rizqi, Rifki Amelia



Sumber :http://www.careernews.id/tips/view/2403-Skripsi-itu-Pilihan-Beranikah-Anda-Memilih


Skripsi itu Pilihan. Beranikah Anda Memilih? Skripsi itu Pilihan. Beranikah Anda Memilih? Reviewed by dobling on 2:30 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.